SERPIHAN CERMIN RETAK 7
SERPIHAN
CERMIN RETAK 7
Tung Widut
“Ada apa? Kok cemberut banget?
Yuandra
diam tanpa menjawab sepatah katapun.
Bahkan pandangannya kosong masih menghiasi mata cantiknya.
Pak
Carlos memandangi amplop putih yang berada di tangan Yuandra.
“Amplop
apa ini?” sambil bertanya pak Carlos
mengambil amplop putih dari tangan
Yuandra. Dibuka amplop itu. Terlihat
beberapa uang seratusan cukup banyak. Tak tahu pasti berapa jumlahnya. Lalu dia
kembali memandangi wajah Yuandra.
“Aku
di pecat.”
Kalimat
singkat itu membuat pak Karlos serasa
disambar petir.
“Ok.”
Pak
Carlos melajukan mobilnya. Disepanjang
perjalanan tak ada sepatah kata pun dari keduanya. Yuandra tetap punya
pandangan kosong kedepan. Entah apa yang ada dipikiran dia. Sedangkan Pak
Carlos setiap ada kesempatan selalu melirik wajah Cantik Yuandra.
Beberapa
menit saja mereka sudah duduk di sebuah Café. Cafe yang sedang trend ala anak muda kelas atas. Berada di sebuah
puncak gunung dengan pemandangan alam yang sangat indah. Terlihat di jauh sana.
Beribu bintang menghiasi malam yang gelap. Berkelip membanggakan dirinya, merasa dialah yang paling indah diantara
bintang-bintang lain. Menyapa kembaran mereka, lampu rumahan di lereng
pegunungan. Lam[u gemerlip yang
menghubungkan langit dengan alam. Bila melihat ke bawah lagi, hamparan hujan
cahaya dari sebuah kota dengan beraneka ragam ukuran cahaya malam. Didisisi lain rembulan tersenyum manis
menyapa para penghuni bumi. Terlihat sempurna malam itu.
“Isi
perut dulu yuk, biar bisa berpikir fress.” kata pak Carlos.
Terlihat
dua cup Boba , gourmet burger dan masih ada beberapa makanan lainnya yang
dipesan oleh Pak Carlos. Yuandra hanya menganggukan kepala.
Dia mulai memotong burger dan memyuapi Yuandra.
“Ayolah
Yuan paling tidak minum dulu.”
Yuandra
hanya diam. Sementara Pak Carlos bingung
harus berkata mulai dari mana. Kini dia menghila nafas panjang.
“Bapak
ingin berkata apa?”
“Yuan
aku minta maaf. Semua ini karena aku….”
“Tidak
ada yang salah. Ini jalan hidup harus aku jalani.
Tapi mengapa semua terjadi saat
aku benar-benar membutuhkan pekerjaan
itu. Pekerjaan tumpuan hidup ku dan mama.
Dulu waktu papa masih ada, masih
mempunyai perusahaan semua keinginanku selalu dipenuhi. Makan pun ibarat
disuapi oleh pembantu. Dua tahun lalu semua berubah menjadi seperti sekarang
ini. Aku tak tahu pasti, apa penyebabnya.
Seteiah papa meninggal banyak
orang mendatangi mama. Satu persatu
perusahaan tak di tangan keluarga kami.
Tinggal satu rumah kecil yang kami tempati sekarang ini. Hanya rumah dan Mama lah yang aku punya saat
ini. “
Komentar
Posting Komentar