Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2021
                  MENERIMA TANTANGAN BENTUK MOTIVASI DIRI                 Saat pandemi, seorang pengajar tidak lepas dari mengajar. Para guru ini tetap   mengajar , hanya medianya yang berbeda. Mereka mengajar   dengan pembelajaran jarak jauh. Otomatis mulai dari jam kerja sampai pulang kerja mereka dihadapkan pada komputer atau lap top. Komputer yang berada di ruma.   Sehingga timbul kejenuhan. Saat kejenuhan ini ada, mereka   cenderung   membaca berita,   melihat Youtube atau bercanda bersama teman rekan kerja di sebuah grup WA.                   Membaca berita,   melihat Youtube apabila di lakukan secara terus menerus tentu ada kejenuhan juga.   Disaat puncak kejenuhan sebagai konsumen tentu ingin juga menghasilkan sebuah karya. Kendalanya saat ingin menampilkan   hasil karya tiak punya   rasa percaya diri. Rasa percaya diri itulah   sebagai penghalang untuk mewujudkan hasil   karya.   Merasa karyanya jelek,   merasa karyanya belum standar,   merasa masih sebagai pemula dan seba
Gambar
  PROLOG   Matahari menyapa pagi Riang burung-burung kecil  bernyanyi memanggil senyum anak kecil Mulai menggeliat di balik bantal Mengusir kantuk memenggal mimpi   Ajari hidup dalam hijaunya alam Berlarian menebar riang yang mengisi hari Berlari dengan peluh-peluh persahabatan Merekatkan cerita dari kotak jiwa yang tak berskenario   Sapa mereka dengan cara sederhana Melembarkan alam dalam arena permainan Memberikan sedikit angin semilir penyejuk angan   Akan tercipta bilah-bilah cerita Yang indah dikenang kala asa berlalu lama Sebagai ungkapan kerinduan yang sudah tersekat Oleh masa                 Sumer:   P rolog ini diambil dari novel yang berjudul Cikar Mbah Bakri karya Tyng Widut

Layu dalam Genggaman

Gambar
 Keindahan Dulu Tung Widut Luka menganga yang tak kan terhapus Terasa nyeri di ulu hati Seribu tahun pun tak sempurna untuk di jawab Sebuah dendam di bawa ke lahat Keindahan taman dengan wangi bunga Semerbak membawa surga  datang di hadapan Tinggalkan sewarna bunga Untuk kah warna yang lain Bukan kumbang yang salah menghisap madu Setangkai hanya sebuah  segaris hidup Kan kembali hinggap dan melupakan  Akan kah setangkai layu karenanya Bukan karena  taman telah menciderai Sisi -sisi yang direnungkan Jangan di pihak yang salah Kau Tinggalkan Tung Widut Sejuta kata yang terucap Ungkapan terdalam berbuah sanjungan Atas kesabaran dan kebijaksanaan Kain yang bercorak halus Lekuk setiap gambar indah di pandang Memancarkan cahaya mulia  Tangan dingin telah melukisnya Warna senada tak pernah beralih pandang Kala api asmara menyambar sedetik Rasa di ulu meluruhkan  citra warna Buram berkeping sungguh tak sempuna  Hilang sudah sejarah dalam cerita Tinggalkan kebaikan menuju jalan yang tak berujun

Rangkain Kata dari Hati

Gambar
 Sisi Sebuah Kesalahan Tung widut Murka bersemayam dalam jiwa pengecut Tak mau berlutut pada egoisme  Terlalu hinakah manusia  bila tak sempurna Mengumbar amarah tak tahu arah Diam seribu akal sehat  Terlintas sejuta dendam  beesemayam Kemenangan harus ditangan batu Siap selalu menghantam pikiran  tanpa layu Tak ada kata durhaka Surga diciptakan dari langkah kaki yang terhenti karena rasa Buat sendiri tanpa perasaan Kata tak laik diucapkan Membuat surga dengan keiklasan Malam Tak Kan Berlalu Tung Widut Sinar temaram mengucapkan selamat malam Dingin di luaran ramai meniup lonceng angin Tak seberapa detak gerimis menerpa genting seng Tak lagi sepi Gelap semakin berkelana menyusup dedaunan Terdengar jeritan gemerisik merana rasa Diam dalam bilik  mendekap kehangatan Abaikan sapa  Ucapan sepenggal doa Tak harapkan mimpi ada di antara bantal guling Ingin senyap Tak sadar Melati dalam Gelap Tung Widut Desah parau jeritan si putih Tengah malam yang sepi tak lagi ada yang menghampiri Menebar w

Rasaku

Gambar
 Mengapa Kau Abaikan Tung Widut Teriakan parau tak lagi menggetarkan hati Luruskan angan tak bergeming dalam kesenduan Ambisi yang tinggi memgabaikan beribu nyawa Dalih kesusesan demi bersama Kini benar meledak api emosi rahwana Membakar muka yang  bertopeng Tangan mereka kalang kabut Menghalau mata yang menghujam dengan teriak lantang Kau .... Jemari yang menunjuk menghina Tak bisakah membaca Jangan hadirkan bayangan kelabu Selalu terpasang di pintu masuk Dia tak berdaya Menjawab dengan berjuta alasan Mewakili egoisme yang tersimpan Lapang Tung Widut Pagi menyapa senja berkelana Hamparan luas menghijau Selepas mata memandang Keindahan terpancar dari sebuah bingkai indah Kaki mereka menghalau Menemukan makanan segar  Tempat berpesta bagi para domba Matahari di atas ubun-ubun Nyaris sirna semua  yang ada  Sampai menjelang sinar reda Dua palang tanda cinta dari pesepak bola Setia setiap sore menemani otot kekar  Pemuda desa beradu dengan gembira Canda-canda kerinduan Sebagai ungkapan per

Puisi Malamku

Gambar
 Pembalap Liar Tung Widut Tengah malam hingga pagi buta Membelalakkan mata untuk sebuah keriangan Memgerang-erangankan suara kenalpot Memekakkan telinga sampai jauh kelangit sap tujuh Menembus gerimis bulan Desember Berkaca pada kilau lampu di jalan beraspal Cerita bersemangat tentang satu putaran Sebagai  bukti kepiawaian Laju kencang yang tak terdahului Rasa bangga di dada semakin merona Membusungkan dada atas nama gengsi Sebagai raja jalanan yang tak tertandingi Langit menangis tak henti Memendam was-was terpendam antara bintang dalam gelap malam Ini bukan pertama kedua ketiga kesekian kalinya Nyawa muda di pertaruhkan #10012021 Kosong Tung Widut Kehangatan yang pergi Terlelap dari hujan yang menghujam Mernanarkan mata yang kedinginan kala harus terbelalak Kan pulang usai  memutar otak di depan komputer Abu-abu hilangkan biru  terpapar  di jauh  sana Atap langit yang menangis  berderai Membasah rerumputan  hijau Tinggal gelas bening menanti cerita Tentang hitam yang dinikmati saat h

Puisi Hujan

Gambar
  Camar di Bawah Hujan Tung Widut Beribu kawan meramaikan senja Tak lengkap dengan jingga merona Hujan menghapusnya dari pandangan Menjadi kelabu memayungi hijaunya dedaunan Mereka menggelepar membuat lingkaran  Menukik merendah bersautan   Membentangkan sayap menunjukan keperkasaan Menikmati rintik di lautan kelabu Hawa dingin tak ada ketika bersama Alam di bawah memberi segudang rejeki Makanan yang bisa di dulang setiap hari Gelap kan tiba  Bermain sebelum benar peraduan benar memanggil Ini saat terindah Kabar Duka Tyng Widut Kabar tanpa tangisan Hanya bayangan keduaan menhantam sebuah keramaian perhormatan terakhir Layaknya upara  di gelar Semu memang Semua hanya cerita dulu kala Saat dunia datar dengan hiruk pikuk Hanya berisi irang-orang berambisi diri Kini irama hidup telah terwarnai Semua diam di rumah sudah tertulis bak pelangi Layar hp yang bercerita Tentang ramainya berita dunia Kala kabar duka tertulis Hanya rintihan doa yang bisa  terucap Tanpa berani melangkah Bara Tung Wi

Puisi Hujan

Gambar
 Senandung Hujan Tung Widut Gemericik rintik air dari talang rumah Berirama bersama sang gelap yang makin pekat Lampu kemerlip di antara dedaunan yang tersorot cahaya Katak bernyanyi riang di kejauhan Berpesta merayakan datangnya tahun baru  Seharian sepi tak ada yang berani Bergembira di  tempat wisata Jalanan ditutup pagar berduri Oleh pandemi  momok nyawa tak kasat mata Siaga aparat membawa senjata Kasih sayang demi cinta tak ternilai Hujan menyadarkan mereka Keindahan menikmati suasana Cinta rumah dan isinya Tanpa setetes kebahagiaan lain  Ini lah kebahagian hakiki Sempurna dari diri sendiri Ketika Mereka Bicara Ting Widut Di tengah tak lengah dari pandemi Keresahan tentang kabar burung yang berseliweran Jatuh bagai air di  musim hujan Tak tahu arah muara berada Mengalir pada jiwa rapuh yang tak mau membuka mata Tentang hati nurani  menggigil ketakutan Suara  lantang  kini terdengar Mengapa harus berkerumun menerima ilmu Oh....... Sebuah pilihan yang menyakitkan Antara ketakutan da