Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

KABUT DALAM BADAI 11

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 11 Tung Widut   Indu   berjalan di sebuah jalur tak berujung. Sempit tak ada warnanya. Hitam putih. Kedua kakinya terasa capek, juga seluruh tubuhnya lemas. Dia berusaha terus berjalan.   Naas, jalan tak ada lagi. Buntu.   Ditumbuhi     pepohonan yang sangat   rapat. Di sisi lain sebuah sinar   begitu terang tiba-tiba muncul. Semakin lama semakin besar. Bersamaan itu telinganya mendenging. Semakin lama semakin jelas pula.   Suara orang yang sedang bercakap-cakap.   Indu   membuka mata. Sosok wanita samar terlihat. “Arera. Arera. Arera,’’ sebutnya makin keras. “Ma. Yok moleh. Papa malah nyeluki selingkuhane(Ma. Pulang. Papa memanggil nama selingkuhanya),” kata Wena ketus. “Wen. Papa kenek musibah (Wen. Papa terkena musibah). Kecelakaan,” kata Riza pelan. “Udah diselingkuhi mama nggak sakit hati?” kata Wena. “Wen. Papa kecelakaan, lagi sakit. Nanti biar di jelaskan,” jelas Riza. “Kalau mama nggak mau, Wena pulang sendiri, rawat   pengkianat itu,” k

KABUT DALAM BADAI 9

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 9 Tung Widut   “Enak kon ngomong,   keluargane adikku wis kok orat aret (Enak sekali kamu          bicara, keluarga adikku sudah kamu rusak),” kata salah satu kakak Arera.   Bicaranya sangat keras   sambil berdiri dan memegang kerah baju Indu.   Tangannya sudah mengepal akan memukul Indu. Sebuah kepalan dari tangan kekar yang tentu tak sebanding dengan badan Indu. Tangis Arera pun pecah. Menangis sesenggukan.   Tak sampai tiga kali Arera terjungkal jatuh ke lantai. Pingsan. Semua diam. Terpaku. Hanya memandang keadaan Arera yang terjatuh. Tangan kanan Indu segera menepis dengan kasar pegangan di kerahnya. Lalu mengangkat dan menidurkan di sofa. Dipegangnya tangan kanan Arera dengan kedua tangannya. Dielusnya kening Arera   sambil berkata pelan. “Ar,   kamu harus kuat menghadapi ini,” kata Indu.   Kembali tangan kanan Arera dipegang dengan kedua tangan Indu dan ditempelkan di dadanya. Perlahan mata Arera mulai terbuka,   di sudut jatuh buliran air bening

KABUT DALAM BADAI 8

Gambar
    KABUT DALAM BADAI 8 Tung Widut               ‘’Yoooooook terus. Terus, terus……,” teriaknya lantang sambil menjauh dari        mobil.             Indu   segera menjalankan mobil sesuai aba-aba anak laki-laki itu. Penuh konsentrasi.             Hanya beberapa menit saja Indu bisa berkonsentrasi.   Di sebuah belokan dia berhenti. Ditariknya nafas dalam-dalam. Kembali teringat   saat di tempat itu.   Menikmati indahnya kota Batu dari ketinggian.   Arera dengan manja   menyandarkan kepala di bahunya. Bahuyang   membuat Arera terbang ke langit dalam buaian asmaranya.    Hp-nya berbunyi. Nomor Arera   yang memanggil beberapa kali.   Tak dijawab, tapi Indu sadar harus mengajukan kembali mobilnya. Map di HP menunjukkan sampai tempat tujuan. Rumah cat hijau dengan halaman yang luas. Terlihat sebuah   mobil terparkir di sana.   Lima sepeda   motor yang yang salah satunya milik Arera. matiin dulu mereka kata karena dingin semuanya keluar hurufnya rasa pahit lidah membayangkan

KABUT DALAM BADAI 7

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 7 Tung Widut               Setelah itu hp-nya diletakkan. Kini sarapan pagi yang tadi tak sempat.   Menu ayam bakar.   Menu kesukaan Arera. Rasa ayan bakar di warung itu lumayan enak. Itupun pendapat Arera yang juga disetujuai Indu.             “Enak,   walaupun warung di pinggir jalan bersih dan enak,” kata Arera saat itu.   Sambil mengacungkan kedua jempol tangan manisnya.   Indu    masih ingat itu. Jempol dengan cat kuku warna ungu. Sangat cocok dengan jemari mungil   Arera.             Kali ini lidah Indu tak merasakan kenikmatan apapun. Hambar rasanya. Sambal yang disajikan pun tak membuat dia merasa kepedesan.             Kembali mobil dilajukan   dengan pelan. Tanjakan dan belokan tajam membuat Indu berhati-hati.   Musim hujan seperti sekarang ini   membuat jalanan lebih licin.   Berbahaya bagi mobil Indu yang hanya dinaiki seorang saja.             “Ciiiiiiiit,” terdengar   decit ban agak keras. Perlahan rem ditekan nya kuat kuat. Mobil yang di

KABUT DALAM BADAI 6

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 6 Tung Widut                 Sengaja dia tidak menyalakan musik dalam perjalanan itu. Dia benar-benar ingin mengenang semasa melewati jalan itu bersama Arera.   Masih seminggu lalu,   jalanan itu sebagai   saksi kemanjaan Arera. Arera duduk di sampingnya dengan senyum manis.   Dia membukakan air minum untuk Indu, menyuapi makanan kecil. Dia memperlakukan Indu layaknya seorang raja,   semua keinginannya dituruti.               “Arera,”   tak sengaja Indu menyebut nama itu sambil tersenyum simpul. Lalu dia menghela nafas panjang. Nafas yang menyiksanya hari itu.   Nafaz yang seharusnya dipersembahkan saat bercinta. Kini nafas itu itu dihembuskan sendirian dalam perjalanan.                Kini HP Indu berkedip. Dibukanya pesan wa.             “Mas sudah sampai di mana?” tulisan dari nomor Arera.             “Mojokerto,” jawab Indu singkat.               Indu tak berani menjawab panjang. Dia takut kalau tulisan itu sebenarnya tulisan suami Arera.    

KABUT DALAM BADAI 5

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 5 Tung Widut “Beb, aku butuh orang yang bisa aku   ajak bicara,” katanya kepada Indu.             “Kamu selalu selalu bilang sibuk,” lanjutnya.             Selanjutnya, bila Indu berlasan untuk menghidar Arera selalu melakukan hal yang aneh-aneh. Pergi dari rumah sampai beberapa hari pun pernah. Sampai perusahaan dia tempat kerja akan mengeluarkanya.             Indu semakim tak bisa menolak.   Dia mulai merasa ada getar lain karena selalu dimanja oleh Arera. Apapun keinginan Indu selalu di penhi. Asalkan bersama Arera.   Akhirnya malam itu. Bandra mendatangi rumah Indu. Indu menghela nafas mengingat perjalanan jalinan kisahnya bersama Arera.               Pagi mulai tiba. Indu tak sadar. Apakah dia benar sudah tidur atau tak sempat.   Kalau pun   tidur mungkin hanya beberapa menit saja. Pikirannya kalut membayangkan apa yang terjadi nanti. Ketika benar-benar dia mendatangi keluarga Arera anntinya.             Dirasakan saat itu badannya masih terasa

Ku Rayu Matahari

Gambar
 Ku Rayu Mentari Tung Widut Kabut tebal menyejukkan dedaunan Hadir semalaman tanpa salam Perlahan dingin  datang menyeruak bulu Sampi terasa ke sungsum Langit perlahan terang Rembulan diam tanpa cerita  Lunglai terusir oleh mentari Yang mulai memberi terang di hati Hai mentari Temani dedaunan sehari ini Jangan tinggalkan sedetikpun Keriduan telah terpendam beberapa hari Rindu kehangatan yang kau pancarkan Matahari Peluklah mereka Para petani yang menggelar hijaunya tanaman Mengucurkan keringat demi kehidupan Menemani nafas tanaman Menyuapi dengan ketulusan Mengelus bagai induknya Mentari Temani kesunyian hari ini Bersama sinar  sakti  Mengapa Dia? Tung Widut Purnama berganti sudah Hari telah berlalu berpekan Ketika mata mengamati rembulan Datang pasi di suatu pagi Tak ada yang menyapa  Bintang pun ingkar tak setia Awan putih tlah menjadi idola Bersama langit biru membahana Semilir angin yang meliukan pucuk hijau dedaunan Mengubah surga menjadi ada  di depan mata Burung yang mengepakkan

KABUT DALAM BADAI 4

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 4 Tung Widut               Tiba-tiba Arera menelpon. Indu membiarkan saja hp-nya yang berbunyi berkali-kali.             “Terima! Siapa tahu   sangat penting,” kata Marsudi sahabatnya.             “ Malas ah,” jawan Indu.             “Jangan gitu bunyi terus tu. Siapa tahu darurat.” katanya Wikyo. Teman ngopi satunya lagi.   Dengan malas tangan Indu   memencet tanda terima.              “Aku ngopi sama teman-temanku,” suara Indu.              Setelah itu HP ditutup dan jemari tangannya mengirimkan lokasi dia berada saat itu. Tak berapa lama Arera datang menaiki sepeda motornya.             “ Mas antarkan aku ke Jombang,”ajak Arera.              “Bukan aku tak mau, tapi nanti suamimu salah paham.”               “Aku bilang.   Aku mau carai,” tegas Arera dengan nada tinggi.              “Aku juga punya istri, kamu enggak boleh begitu,” tandas Indu.               “Pokoknya sekarang antarkan aku,”               “Biar diantar Wikyo atau Marsud

KABUT DALAM BADAI 3

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 3 Tung Widut               “Mas aku hanya jalan-jalan saja. Jangan nuduh macem-macem. Saksinya Wena      anak kita. Dia lo sering ku ajak,” kata Risa sewaktu diperingatkan untuk tidak          travelling.                    Itulah yang tak   sukai Indu. Indu merasa cemburu kalau istrinya bersama laki-laki.   Tapi dia tak mau lagi bertengkar. Pupus sudah harapan kepada   istrinya. Rumah tangganya menjadi garing, jalan sendiri-sendiri. Hanya waktu resmi-resmi saja antara Indu dan Risa persamaan. Tak banyak yang tahu.   Semua menganggap keluarganya baik-baik saja.             Sekitar dua bulan lalu, di tengah malam   Indu dan Arera bertelepuon.   Bercerita kesana-kemari. Bercerita tentang masa kecil mereka yang lucu.   Di saat mereka berdua bercerita tiba-tiba di hp Indu   ada suara laki-laki yang membentak-bentak.             “Kamu siapa?” tanya suara lelaki.             “Nama   saya Indu. Ada apa ini,” tanya Indu balik keheranan.             “Saya Ba

KABUT DALAM BADAI 2

Gambar
  KABUT DALAM BADAI 2 Tung Widut                 Rumah Arera sendiri cukup jauh. Memerlukan waktu   satu jam perjalanan. Waktu satu jam itulah mereka saling berkenalan. Mulai saling menanyakan nama, pekerjaan alamat rumah dan beberapa   basa-basi yang lainnya.   Sepanjang perjalanan Indu sering melirik kaca spion.   Setiap kali di lirik ternyata Arera sedang melihat pada Indu. Itulah yang menjadi Indu salah tingkah.             “Nomor Mas yang tadi ya?” tanya Arera.             “Ya,”   jawab Indu                   “Kalau   mau pesan offline bisa?” tanya Arera lagi.             “Bisa, sangat bisa.   Asalkan tidak mendadak,” jawab Indu.             Tak seperti pengguna taxi on line lainya. Turun langsung memasuki rumah. Arera berdiri memberi salam dan melambaikan tangan   layaknya diantarkan teman dekatnya.             Temaram lampu halaman membuat Arera kelihatan sangat cantik. Memakai baju pink   dengan bawahan hitam dan sepatu pink pula.   Sangat serasi. Lipstick pin