Bilah Rasa
Berlindung di Bawah Hujan
Tung Widut
Rintik terdengar bercerita dengan dedaunan
Malam pekat membenamkan dalam kesunyian
Dingin membantai tulang yang mulai menua
Terbalut jaket tebal dan kaos kaki hitam
Remang lampu hp sedang menyala
Menunggu jemari menghiasi coretan kata
Dari imaji membeku di otak
Huruf demi huruf tertoreh seirama denting hujan
Mengungkapkan rasa saat menikmati
Derai titik-titik air yang bermakna
Sebagai ungkapan jiwa terdalam
Lantunan Suci
Tung Widut
Kala mata mulai terbuka
Sayup terdengar dari pengeras di jauh. Lantunan ayat suci
Menyejukan hati
Membuka pagi demgan suara lantang
Membelah dingin diatara embun perlahan turun
Menyosong matahari dengan iman
Terang merayap
Kini mentari sehat ada
Buka cendela dan hati
Lantunan mengajak bijak
Menghadapi dunia nyata
Gambar
https://islam.nu.or.id/post/read/89358/keistimewaan-orang-yang-sibuk-membaca-al-quran-
Petualangan Malam
Tung Widut
Sepi menghiasi pekat malam
Tak satupun bintang yang hendak menyapa
Tangis hujan sejam lalu berhenti
Menyisakan dingin yang tak lagi dihiraukan
Ayar kaca yang baru menyala
Tangan gemulai mulai menggoreskan kata
Entah makna yang tersirat
Entah pula makna tersurat
Hanya penggambaran semangat malam
Yang melantahkan kantuk dari bantal empuk
Jemaripun kini bercerita
Tentang ketidak berdayaan kegaulaun
Ditengah pandemi esok kita berperang
#WIDWIASTUTIPDae
Beritaku
Tung Widut
Malam ini ku sempatkan
Menyampaikan berita kepada bintang yang tak tampak
Kepada bulan yang menghilang
Kepada mendung yang menggelantung
Ikrar diri degan wajah padam
Kemampuan sekuku hitam dengan sejuta keberanian
Inilah diri
Morgana terlihat dari luar
Tanpa tahu sesak dada dalam nafas lega
Hanya sebuah bintang yang ku kenang
Bukan omong kosong yang berkoar
Biar cerita tak hilang
Ku rangkai sebagai kenangan
Tersimpan dalam ukiran tangan
Dalam sebuah ikatan ruas
Kata Tak Lagi ada Tempat
Tung Widut
Ketika bibir terdiam
Berkecamuklah rasa dala dada
Jiwa pejuang pun sirna di hempas kenyataan
Menimang sayang
Sabarlah kala masih ada
Tak kan lari suratan takdir
Tapi bukan dipertaruhkan di ujung pedang
Semesta mengalami
Tariklah nafas untuk memahaminya
Bukan ketakutan yang mengikat kaki melangkah
Sirene ambulan biasa meraung
Berita duka sudah biasa
Kematian tak lagi istimewa
Tapi apakah harus nyawa terabaikan
Sebulan lagi janji akan terpenuhi
Dengan otot di sekujur tubuh berjuang demi mereka
Yang ingin hidup untuk seksama
Gambarhttps://www.google.com/search?q=huluk&oq=huluk&aqs=chrome.0.69i59j46i1
Rintik Rindu
Tung Widut
Cakrawala diam membisu
Seribu bahasa yang harus terucap sirna
Ditelan gemericik rintik tak henti
Jingga bersolek dalam peraduan
Tak terpandang tertutup abu-abu
Tunggu yang menyala dengan kepul membumbung
Disela genting dapur
Melalang menikmati mengkilat dedauanan basah
Menyanyikan sebuah kerinduan
Tempat lahir dikaki gunung
Pepohonan tinggi menemani dingin
Mengarungi senja tak bertanda
Canda keluarga di bangku teras
Sebakul ubian menghangatkan cerita
Dogeng masa kecil terucap
Dari bibir bergantian dengan linting sigaret
#mbah_jaiz
Mekar
Tung Widut
Jabat tangan pertama
Sebuah perkenalan yang mewakili raga dan jiwa
Benar atau salah yang terucap
Suatu kejujuran yang kadang terabaikan
Kata demi kata ketika jumpa
Walau hanya ucapan salam dan balasan
Bisa membuat melayang bak di alam surga
Serba indah adanya
Kata yang bersambut bersahutan
Tak ada jeda menjadi penghalang
Canda kata dengan penuh rasa
Mulai tumbuh kuntum bunga
Menghiasi setiap langkah dan detak
Kesetiaan ada dikeduanya
Komentar
Posting Komentar