Tentang Perselingkuhan Itu (1)
Tentang Perselingkuhan Itu (1)
Tung Widut
"Besok jadikan?"
Pesan pembuka yang dikirim
kepada Nila. Nila pun menjawab dengan penuh kepastian. "Ya."
Malam itu hampir semalaman dia memegangi hpnya. Tangannya tak henti memencet
deretan huruf dan angka itu. Beberapa saat berhenti dan kembali lagi.
Dengan guyonan ala orang berkeluarga. Tentang sesuatunya yang di bumbui
omongan gombal yang sedikit memabukan.
Perkenalan keduanya
awalnya memalui media sosial facebook sekitar empat tahun lalu. Mereka saling
tukar nomer whatsapp, masih sekitar tiga
bulan lalu. Sebelumnya hanya saling klik like setiap postingan. Tanpa ada
komentar.
Seperempat jam Nila
menunggu di halte, setelah penjalananya dari Tulungagung ke Surabaya. Sekarang
terminal Bungurasih telah menyapanya. Sapaan beku dengan beribu orang
lalu lalang. Tak satupun dia kenal.
Hpnya berbunyi. Seorang
teman yang semalaman berjanji telah menghubunginya. Tak seberapa lama sebuah
mobil berhenti di depanya.
"Tet. Tet. Tet."
Klakson yang dibunyikan
sebuah kode buat Nila. Kacanya mulai terbuka. Terlihat seorang laki- laki yang
tersenyum. Tak asing baginya.
"Nila". Sebut
laki-laki itu.
Nila segera masuk ke dalam
mobil.
"Kita kemana?"
Tanya laki-laki di sampinya. Nila segera memberikan sebuah alamat yang ingin
dia tuju.
"Ok."
Lelaki di samping
Nila mengarahkan empat ban mobilnya menuju arah jl. Ahmad Yani.
Senyum simpul
diantara keduanya menghiasi pertemuan pertama itu. Rasanya sedikit canggung.
Setiap hari bercanda tapi masih sekali ini betemu muka. Nila perempuan tengah
baya yang sangat manis. Memang tak semulus di foto. Tapi senyumn manisnya
membuat laki-laki disampingnya sempat salah tingkah. Laki-laki seumuran Nila dengan berperawakan
gagah. Kulit sawo matang menambah kematangan pribadinya.
"Berangkat jam berapa?" Tanya Pras.
Keduanya saling berpandangan dan melempar senyum. Dengan malu-malu Nilapun
menjawab.
"Jam enam."
Lagi-lagi mereka beradu pandang. Tersenyum kemudian diam. Pikiran
mengembara pada alamnya masing-masing.
"Akan menemui siapa ke
alamat itu?"
"Akan menemui mbak
Uma. Dia seorang tetangga yang pinda ke Surabaya". Mereka kembali
lama terdiam. Menikmati kemacetan kota nomer satu di Jawa Timur
itu.
"Mas Pras..."
Suara Nila terhenti. Laki-laki di sampingnya tiba-tiba memandang wajahnya
dalam-dalam. Sebutan mas membuat dadanya tiba-tiba berdebar.
"Maafkan." Pinta
Nila setelah melihat raut wajah laki-laki di sampingnya itu kelihatan
masam.
"Maksudku, aku nanti
minta tolong. Mas temani masuk ke rumah mbak Uma." Pinta Nila dengan
sura lirih. Walaupun dia yakin laki-laki itu tak mau menemani. Betul
juga. Ketika Nila memandangi wajah laki-laki itu dia kelihatan lebih masam.
"Nggak apalah. Memang
masih kenal sekali. Dia mungkin merasa tidak percaya dengan yang aku
lakukan." Pikir Nila dalam hati.
Sampai di depan rumah mewah
di sebuah gang . Laki-laki yang di panggilnya dengan sebutan Pras memberi kode
kepada Nila. Kode bahwa alamat yang dituju Nila sudah sampai. Tanpa sepatah
katapun membiarkan Nila berjalan menuju pintu rumah. Beberapa kali ucapan
salam di lontarkan. Bel rumah di tekan-tekan. Masih saja sepi. Rumah dua lantai
dengan teras berpilar megah. Lantai abu-abu mengkilap dengan merk
Durafloor Granit Glazed itu kelihatan bersih. Mengkilap bagai kaca.
Mantap bin keren narasinya, Good job. Lanjutkan. Ditunggu certia selnjutnya. Thanks
BalasHapus