SERPIHAN CERMIN RETAK 10

SERPIHAN CERMIN RETAK 10

Tung Widut

Setengah jam sudah Pak Carlos membelah keramaian jalanan. Hiruk pikuk ramainya kota ditinggalkan . Warna sejuta senyum para pengguna jalan pun dilupakan. Kini tiba di ujung kota. Sebuah kafe dengan tema tradisional di pinggir sawah  dengan logo Cafe Marem. Dalam bahasa Jawa berarti puas. halaman parkir yang luas dengan beberapa gazebo didalamnya dan rumah-rumah tradisional menjadi ciri khas cafe itu.

            “Pak Carlos?” kata seorang pelayan yang menyambutnya di depan pintu. 

Lalu keduanya kelihatan berjalan memasuki sebuah ruang kaca di sudut lobi.

            “Halo bro. pasti ada yang darurat lu datang kemari,” sapa lelaki sebaya pak Carlos.

            Sementara Pak Carlos hanya menjawab dengan senyum kecut.

            “Dari dulu,  waktu masih  kuliah lu datang ke gue pasti ada masalah.  Oke. Oke. Oke.  Gue siapin makan dulu baru bisa bicara. “

            “Soni, memang  lu sahabatku. Pinter nebak dari dulu. Apalagi soal isi perut.         Memang lu  jagonya kuliner.”

            Tak lama kemudian mereka berdua menikmati menu ayam bakar kecap dan lalapan.  Sambil  berbincang cerita masa lalu sampai cerita tentang berdirinya Café Marem. Tiba-tiba mata Pak Carlos memandang seorang gadis yang sedang memasuki Café. Gadis cantik yang mengenakan jilbab sama persis seperti gadis yang kemarin diajaknya ke cafe Puncak. Yuandra,  ya Yuandralah gadis itu. Matanya tak menjeda pandanganya kepada gadis itu.

            Woi, woi. Hai kalau lihat yang cantik-cantik dari dulu mata lu  nggak  bisa bohong.             Ckckck,”  kata Sony  sambil menggelengkan kepala. Pak Carlos tak menhiraukan             decak Soni sahabatnya.

            “Dia karyawan baru. Dua, tiga harian kerja di sini,” Soni menjelaskan.

            Tanpa penjelasan apapun Pak Carlos  beranjak dari tempat duduknya.  Dia berjalan menuju Yuandra yang ke luar ruangan sambil menenteng beberapa bungkusan.

            “Yuan, ku minta waktu untuk bicara,” kata Pak Carlos.

            Yuandra terperanjat. Dia menghentikan kegiatannya menata beberapa pesan makanan di box belakang sepeda motornya. Dilihatnya Pak Carlos sudah berdiri di belakangnya. Setelah diam beberapa saat, dia  kembali mengangkat kotak-kotak makan. Tak menghiraukan lagi   pandangan dalam Carlos.

   “Yuan, aku minta waktu sebentar,”  tangan Pak Carlos memegangi  pergelangan tangan Yuandra, agar  menghentikan kegiatannya. Tapi Yuandra hanya memandangi saja. Tak menjawab sepatah katapun. “pesanku tak kamu baca, apalagi lau baca. Telepon kau tolak. 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lentera Kepiluan

Gadis Senja

Setangkai Mawar Kuning