Puisi Malam Kala Hujan
Cerita dibalik Hujan
Tung Widut
Malam hitam tak terpungkiri
Cahaya kerlip bintang tenggelam dalam kelam
Sirna tak berbekas
Badai angin samar terdengar
Mendesing melambaikan kelambu cendela
Menyibak dingin yang menyerang
Hujan lebat menghantam
Dedaunan yang rindu rembulan
Menanti dalam gigil tak terampuni
Hanya harapan yang membuatnya bertahan
Gemericik melambaikan mimpi
Menyambut mata yang mulai lekat
Rela meninggalkan setumpuk pekerjaan makin tertunda
Tak peduli lagi
Badan mulai direbahkan
Menyatu dengan selimut yang menjanjikan kehangatan
Dalam mengarungi malam basah
Duhai mimpi
Pergi dulu malam ini
Waktunya menikmati kesegaran tanpamu
Biar terasa netral malmku
Beroga Menyabut Pagi
Tung Widut
Tengah malam terlewat sudah kabut pagi yang semakin dingin melelapkan mata
Dekur nyaring memecah kesunyian
Menggema menyisihkan mimpi yang terindah
Ayam berkokok tak terjeda
Tanda pagi telah tiba
Pengganti dentang jam yang tak terlihat
Memberi tanda dengan rasa
Bersahutan nyaring dengan gayanya
Di kerjakan disahut dengan suara yang sama
Hiasan malam yang bermakna
Beroga gagah tanpa takut
Menantang sang lawan pantang menyerah
Walau bersimbah darah
Gengsi bila harus menyerah
Bertarung sampai nafas penghabisan
Jeritan dalam Sangkar
Tung Widut
Angin sepoi menembus dari sela jeruji
Terasa semilir menemani penantian segenggam jagung
Dari sang tuang yang menjatahnya
Ingin biji dari bunga rumput liar
Seperti yang mereka makan dengan leluasa
Ingin menikmati terik yang konon sejahat api dalam tungku
Ingin terbang di langit biru
Setinggi keinginanku yang terbalut mimpi
Sayapku semakin lumpuh
Paruhku semakin tumpul
Kakiku semakin lemas
Buluku semakin kusam
Dalam penantian
Semanja apa diriku
Hanya sebuah penantian yang kadang semu
Seenak apa diriku
Sebuah janji yang tak berujung
Senikmat apa diriku
Hanya sedetik tanpa kepuasan
Hanya senyum merek yang menjadi penghiburku
Dengan penuh harap sekat akan sirna
Terjatuh
Tung Widut
Jangan putuskna rasa yang mulia ada
Menolakmu hanya di bibir
Terlalu takut bila hatiku tak mampu
Membahagiakan
Niat dari tiap butir kata membuat gundah
Benar menusuk dalam kalbu
Senyum terkembang kala angin membawamu
Dalam bayangan di pelupuk mata
Takut membuka mata
Saat kau ada
Agar kau tak hilang dalam imajiku setiap saat
Tetaplah tersenyum pada ku
Walau selama ini ada
Bunga mawar yang telah kau genggam ditangan kanan
Kau sematkna di sebuah hati
Bukan sebua sebab setangkai mawar
Ketika bunga lain lain juga kau tanam di hati
Biarkan hanya membayangkan mu
Lebih bijak dengan hanya menggenggam hatimu
Rindu Keriuhan
Tung Widut
Kabut pagi membalut tanpa cerita
Perlahan sirna tak ada yang menikmatinya
Hanya rerumputan meninggi dan debu dalam kelas
Berteriak rindu keriuhan
Sepi menghiasi bangku yang termangut sendiri
Rapi tak pernah terusik dalam dua belas bulan
Membeku duka terlalu lama
Kabar perkenalan menyapa
Hanya getar handpon yang lebih menggoda
Kelaspun terlupakan
Senyap
Tung Widut
Tanpa suara
Kosong
Hanya angin tanpa siulan
Disela dedaunan dan hati
Lenggang
Hanya cahaya datang membisu
Tanpa gerak
Diam terlihat termangut
Menikmati indahnua langit dengan awa berjalan pelan
Sunyi
Bertumpuk bentuk mati
Hanya bisa dinikmati mata
Telingapun tak beguna
Kala meraba
Hanya decit tangan terdengar halus
Sirna bila tak melekat
Senyap
Kadang didamba para pemburu imajinasi
Mengumpulkan emosi dan melemparkan dengan dahsat
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Aokigahara
Pagi Berkabut
Tung Widut
Pagi remang samar dedaunan
Kabut menghalangi mata
Menikmati keindahan yang justru terbumbui
Butiran lembut jatuh perlahan
Tak bisa kugapai
Tanah basah menghias pagi
Rerumputanpun riang dengan kesegaran
Memghapus dahaga semestara
Saat surya belum meyerangnya
Semangat pagi terikat
Perlahan turun dan lenyap
Kabut sudah selesai bercerita
Tentang sepi dan dingin pagi ini
Ft. https://www.kompasiana.com/kangwin65/5ed700cd097f362b2e7a41d8/kabut-pagi
Komentar
Posting Komentar