SERPIHAN CERMIN RETAK 1

 


SERPIHAN CERMIN RETAK 1

Tung Widut

 

            "Maaf,  saya harus segera pergi. Mau kerja," kata Yuandra.

Dia sibak selimut tebal yang  yang berbau harum bermotif harimau.

            "Oh....." Katanya  lirih. Dia merasakan sakit yang amat sangat di bawah perutnya. Perih seperti terluka silet. Dia berusaha tak peduli. Harus segera pergi. Sejam lagi harus kerja. 

            Tangan kanannya meraih satu persatu baju yang ia tanggalkan tadi. Dilekatkan kembali pada tubuhnya.  Belum juga sempurna memakai baju,  dia tertatih berjalan menuju pintu kamar mandi. Diambang pintu berhenti sejenak. Membungkukan badan meringgis menahan perih.

            Suara pintu tertutup lirih. Menenggelamkan  tubuh mungilya menghilang di balik tembok. Terdengar  gemericik air dari kran kamar mandi. Menggambarkan perasaannya sekarang. Menderu dan menggebu tak karuan. Kini rasa pedih makin terasa. Dia hiraukan pula. Dilihatnya wajahnya di cermin. Tak lagi ada cahaya yang berbinar lagi. Itu untuk selamanya. Selama sisa hidupnya.

            Yuandra  meninggalkan kamar mandi dengan terseok-seok menahan pedih. Bibir manisnya meringis menahan.

            "Mengapa kamu Yuan?"

Tak sebuah kata ke luar dari bibirnya untuk mejawab. Dia bergegas membuka tasnya dan menyodorkan sebuah kertas. Kerta daftar hadir  kuliah yang banyak bolongnya kepada lelaki yang masih terbaring  di bawah selimut bermotif harimau. 

            "Kenapa kau terburu-buru?"

            "Aku sudah melakukan sesuai perjanjian kita."

            Kembali Yuandra menyodorkan sebuah kertas. Mendesak lelaki yang masih malasan  di ranjang  untuk menuliskan sesuatu dan membubuhkan  tandatangan. 

            "Itu gampang  nantilah?"

Dia tak bergeming. Memandangi dengan bola tajam pada lelaki itu.

            "Okelah." Jawabnya sambil duduk dan menyibakkan selimut. Terlihat tubuh kekar nya tak dibalut sehelai benang pun. 

            "Oh." . Yuandra  membuang muka.

Tak mau melihat tubuh  itu. Tubuh yang memburamkan  sisa hidupnya. 

            "Kenapa kamu?  Bukankah…..."

            "Tetap dalam selimut!"

              Yuandra  menyodorkan kertas itu  sampai mendekati wajah lelaki itu. 

            “Pulpenya?” Wajah kecewa  sangat telihat di muka coolnya. Matanya dengan sorot tajam melirih setiap gerik Yuandra.

            Ucapan terima kasih mengiringi kaki  Yuandra meninggalkan lelaki itu. Tapi sungguh yang dirasakan di bawah perutnya sangat sakit. Jalanya perlahan menuju pintu ke luar. Matanya  kini mulai  berkunang-kunang. Dia sekarang memegangi pintu memejamkan mata. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lentera Kepiluan

Gadis Senja

Setangkai Mawar Kuning