TENTANG PERSELINGKUHAN ITU 16
TENTANG PERSELINGKUHAN ITU 16
Tung Widut
"Bangsat kau Jordi. Kau
menghancurkan hidupku kedua kalinya." Umpatnya sekuat tenaga sambil
memukul-mukul dasbor mobil.
"Ya Allah." Kali ini di
memejamkan matanya. Nafasnya menderu dengan emosi tinggi.
"Tet....tet....tet...."
Suara klason sebuah truk menyadarkanya. Benar, dia berhenti di tengah
jalan. Digesernya mobilnya kepinggir. Diambilnya sebotol aqua
di pintu samping. Diguyurkan di atas kepalanya. Digosoknya rambut
cepaknya.
"Aku hampir gila." Kembali
dia berkata. Lalu dengan kasar melajukan mobil ke arah Surabaya.
Disepanjang perjalanan Pras pun
masih berfikir. Mengapa Nila begitu mau mengorbankan hatinya. Pada hal
yakin, dari sorot matanya ada cinta. Dia terlalu memikirkan masa depan
yang lebih baik buat orang yang dicintai.
Seperginya Pras dari dekatnya, Nila
melajukan sepeda motornya. Memerangi jalan terjal.menuju bukit kecil
diujung desa. Bukit itu bukit tempat dia mengadu desah. Dari bukit itu
cukuplah meliha seluruh desa. Pemandangan padi yang menghijau. Di jauh
sana terlihat pohon kelapa berbaur dengan pohon rindang lainya. Kini memorinya
kembali ketika pertama kali dia ke bukit itu bersama mas Hardi.
Pemuda desa cinta pertamanya.
Surau di bawah sana mengumandangkan
suara adan. Disusul oleh surau-surau lain. Seketika dia sadar, sudah lama berada di tempat itu. Lalu dia menghela
nafas dan perlahan menuruni bukit untuk pulang.
Sesampai di halaman rumah terlihat
mobil Pras terparkir. Badannya kembali
gemetar. Lelaki yang ditolaknya dan nyata pergi darinya ternyat berada di
rumahnya. Seletelah memarkirkan sepeda motor, matanya kini berusaha mencari
diman dia berada. Di teras tak ada. Ruang tamu,
tak ada. Lalu dia masuk kamar ingin berganti pakaian, mandi lalu salat
asar. Dalam doa selesai salat dia
ucapkan.
“Allahummahdinii wa sadidnii.
“Ya Allah berilah aku hidayah dan keteguhan dalam kebenaran. Hidayhamu adalah jalan. Dan keteguhanmu adalah lurusnya
(sasaran) anak panah,”
Setelah semua benar
terucap Nila melipat mukena dan ke luar dari kamar tempat salat. Bersamaan anaknya, Andre berjalan memasuki halaman dengan Pras. Mereka berdua memakai sarung lengkap dengan pecinya.
“Asalamualaikum, dari
mushola sama pak Pras bu,” kata Andre.
“Benrs Nila. Aku pikir
kita harus melupakan semua masa lalu, sepahit apapun itu. Kita coba hidup bersama,” Ucap Pras.
Ketiganya tersenyum.
Komentar
Posting Komentar