Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

rembulan Tanpa Bintang

Gambar
Rembulan Tanpa Hujan Tung Widut Senja merangkak malam Langit gulita tanpa awan Hujan tak datang kali ini Sebagai penyekat keindahan hakiki Saat mendonggak ke atas Bulan sabit tampak terang Bersinar bersih dengan cahaya indah Bibir bibir manis menyanjung tanpa ujung  Memgungkap rasa yang dirasa seirama jantung Saat mata memandang  ke bawah  Tanah kering dengan bongkahan lebar Dedaunan  menguning  kering dan jatuh Tak mampu bernafas dalam panas Tak mampu bertahan pada alam Tak mampu berteriak tanpa riak Tak mampu bertanya tanpa nyawa Hanya kenunggu hujan yang tak datang Hanya berdoa dengan nyawa   

Hujan Dayanglah

Gambar
 Hujan Datanglah  Tung Widut Merindu mu saat matahari menyengat Keringat bercucuran Membasahi tubuh  Hawa tak tentu merenggut  kenyamanan Adakah kasih yang memberi kesejukan Datang mu dirindukan saat ini Tanah kering dedaunan menguning  Panas membara tiada tara Hujan bisakah kau berjanji datang Ku kan menunggu dalam doa Ku kan merasa dalam tanda Ku kan mengharap dalam sapaan Datanglah pada saat dibutuhkan Berhentilah saat basah 

Bila Hujan Tak Datang

Gambar
  Merasakan Tak Hadirmu Tung Widut Berhari kau tak datang  Hanya angin yang tak membawa kabar Tentangmu yang kemarin menyala riang Sampai ku tak mampu berkata Ku rasa kerinduan padamu Pada rintik pagi atau malam Pada siang yang menghilang Pada sore yang kelam Kadang memang membencimu Kadang membuat sebal hatiku Kadang terlalu lebay datang mm j Kadang hanya terlalu merayuku Kini kerinduan datang Kini mengharapkan dengan dia Kini terasa adanya Kini sadar aku membutuhkanmu 

Gadis Berpayung Merah

Gambar
  Gadis Berpayung Merah Tung Widut Rintik hujan mengawali deras  Doa dalam surau terdengar Para gadis kecil berlomba mengucap sekuat tenaga Melawan suara hujan yang berdenting  di atas atap Langit kelabu pertanda akan gelap Dingin merasuk menembus baju panjang Teras surau mulai licin basah terpercik Air yang memantul dari lantai  semen Santri berebut ke luar  Dari pintu kecil terdengar gelak tawa  Rasa gembira jam mengaji usai sudah Ingin keluar yang pertama Berdesakan walau jumlah tak seberapa Langkah kaki beralas sandal japit tua Menyeberang genangan air dijalan Payung merah sebagai temah Melindungi diri dari derai hujan Kaki diayun langkah demi langkah  Mendekap kitab di dada Dari sinar mata terlihat rasa ketakutan  Menuju jarak yang masih jauh dari rumah

Apakah Matahari Tak Kenal Hujan?

Gambar
  Apakah Matahari Tak Kenal Hujan? Tung Widut Siang mulai meraja Sinar mentari membakar seisi dunia Sangat panas terasa  Tak seperti biasa  Hari-hari dalam musim penghujan  Hanya redup yang terasa dan terlihat  Rintik air menyapa dunia  Membasahi dedaunan dan semua yang ada di luaran   Tak kenal ampun dalam kepentingan  Semua sampai   basah   Kadang kala mentari bersinar terang  Tiba-tiba di awan awan hitam datang   Menghalanginya  Semua untuk  menyelamatkan diri agar tak basah Tanah basah dengan genangan air Matahari  muncul bagai pahlawan  Dengan bangga menyorotkan sinar  Mengeringkan seperti harapan mereka  Butuh keseimbangan  Hujan dan panas hidup berdampingan  Datang saling perselisihan Semua diharapkan kalau musim sebagai tanda  Mereka bersiap untuk menerimanya  Hujan pada musimnya  Matahari meraja pada saatnya  Mereka saling bergantian datang

Bila Siang Tanpa Hujan

Gambar
 Bila Siang Tanpa Hujan Tung Widut Kala awan terlihat jelas Menghiasi langit biru enak dipandang Dedaunan gemulai ditiup angin Betapa indah Allah menciptakan Kali ini kau tak datang  Sebagai penghalang  kegembiraan Setelah berapa hari kau marah Meluluh lantahkan yang ada Harus berterimakasih Memberi kesempatan bagi para petani Mengambil hasil panin yang telah tua Sisa dari amukan mu yang dahsyat Matahari  Kali ini hujan tak datang Matahari bersinar terang Matahari ini waktu untukmu Matahari bantu petani mengeringkan Matahari jadilah raja sehari Saat hujan tak datang kali ini

Bagai Rintik Hujan

Gambar
 Bagai Hujan Rintik Tung Widut Pagi menjelang matahari tak terang Rasa hati sama sepertinya Mendung menggelantung hitam pekat Tak bisa dielak walau sekejap Rasaku hari ini masih seperti kemarin Selalu mengingat setiap kata yang kau ucap Selalu terngiang apa yang harus di kenang Selalu tersenyum kala gembira selalu datang Rasaku masih seperti kemarin Bersuka cita dengan jemari bergerak di atas layar Menorehkan  imaji dalam deretan cerita Rasaku hari ini Masih seperti kemarin saat hujan rintik di stasiun tugu Segar  terasa dalam kalbu Rasaku hari ini Serasa hujan rintik dengan jemari menggelitik

Tanpa Hujan di Kotamu

Gambar
 Tanpa Hujan di Kotamu Tung Widut Dari dalam kereta ekonomi Aku easa da rindu masa itu Saat perkenalan lewat dumai Mengenalmu bagai mimpi Berlaksa tahun sudah Nama masih tekenang dalam ingatan Tentang cerita dari hari terdalam Menjadi sebuah lagu yang membesarkan Kasta menjadi berbeda  Kala hujan tak turun lagi Jalan menjadi sebuah nirwana Kau melambung dengan nama diri Aku mendengarkan kebesaran namamu Tak lagi mampu meraih Apalag aku sebuah penikmat Yang mendengarkan setiap karya besar Yang nomer satu Paling populer Disegani Menjadi juri Kali ini aku melewati sebuah rel membelah hati  Teringat kau pujangga sejati Pernah kukenal sebagai kawan sejati Lagit biru terang tanpa hujan Pemandangan persawahan menghijau sedan Sedap dipandang seperti kerindua Bincang kita sebagai manusia

Rintik di Kota Yogya

Gambar
 Rintik  di Kota Yogya Tung Widut Awan memayungi langkah Dari arah aku berada Di atas rel laju menderu suara kereta  Melewati musim yang berbeda Suara laju membawa roda rintik sendu Tergambar pada kaca cendela Mengaburkan alam dalam kalabu Laju terhenti  pada kota impian Yogyakarta kala senja Dihias oleh rintik hujan  Jalanan basah mengantarkan roda Melaju  di atas aspal Menuju tujuan

Senja Terhalang Hujan

Gambar
 Senja Terhalang Hujan  Tung Widut Gelapnya  langit Dingin nya hawa Gemericik air Kesatuan yang menghalangi senja Tuk bercerita tentang keindahan dunia Dari sisa nafas yang menantinya Biarkan mereka ada Menjadi penyekat antar kejujuran dalam hati Mereka sama benar Mereka sama indah Mereka sama berkepentingan Janganlah dihujat Janganlah di sanggah Berikan penyekat  panggung yang di butuhkan

Karena Hujan

Gambar
 Karena Hujan Tung Widut Pagi siang nan malam Gemericik di bawah talang-talang Menyentuh lantai yang diam pasrah Belaian merayu untuk tetap diam Semakin dalam genangan menyatu Tak terkendali banjir pun datang Menyelinap saat malam tiba Merayap pelan disela bebatuan Saat pagi datang Mata dihibur oleh rintik air Terperanjat kala lantai mulai menjerit Banjir telah masuk rumah     Hujan Menemani Pagi Tung Widut Dari temaram tak kan ada terik Mendung kelabu tebal menutup langit Demi sedikit tercurah tiada henti Seperti tangis mereka dalam hati Rejeki terhenti Dagangan lengang Lapak tak buka Diam terjeda Genangan air bercerita Tanpa tahu sedalam apa di dasarnya Kadang menipu dengan sengaja Suguh dalam lubang yang membahayakan Rayuan air mendinginkan akal Laju terburu membuat orang terguyur Dimana hatimu saat itu Saat orang berhati-hati perlahan Cipratan air datang tak sengaja Lubang penuh lumpur Menjerat roda yang berjalan Tak ada yang mampu terhindar Hujan terlalu lebat ada Hujan pergilah s

Hujan Semalaman

Gambar
 Hujan Semalaman Tung Widut Malam berlalu dingin Tetap menyelimuti sampai pagi Denting tetes air  masih terdengar kini Langit kelabu menghilangkan biru Redup sayup membelenggu Angin berhembus membawa irama sendu Hujan tak henti hingga waktu Sampai kapan datangmu berlalu Jalanan becek tergenang  tinggi  Lalu lalang kendaraan hati-hati melewati Jang sampai terluka karena kesalahan diri Masuk lubang yang tertutup hingga melukai Musim memang sudah datang Memberi keindahan dalam cerita Diumpamakan sebuah dendang Sebagai irama tak membosankan

Gemericik Malam

 Gemericik Malam Tung Widut Hanya sebuah suara Jelas terdengar dari jendela kamar Gemericik suara air Jatuh terbentur  lantai teras Hitam bertambah legam  Pekat tak terlihat Di kejauhan lampu tercoret gelap Air menjadi tinta di malam buta Dedaunan kemilau memantulkan sinar Gemerlap bergerak bersama semilir angin Hujan telah datang bersama hembusan Membuat semakin dingin terasa Irama gemericik melambat Denting-denting tetes di atap rumah Suasana menjadi  makin lenggang Tanpa jangkrik bernyanyi dalam gelap Hujan temani malam yang kesepian Tak ada teman yang biasa bersuara Menghibur  saat rembulan merebut keindahan

Sebentar

Gambar
  Sebentar Tung Widut Semangat pagi terucap dari cicit burung Alam bebas  membalas  salam dengan hawa sejuk Saat mata terbuka Senyum mengembang liar diantara sapa Bibir mengucap selamat pagi ceria Melompat dengan semangat membara Menerjang hawa mengguyurkan badan Ini hari terakhir ujian Gayung dengan lincah mengayun Mengguyur tubuh tanpa keluh Berdandan rapi seragam hari itu Siap berangkat menuntut ilmu Saat itu kau datang  perlahan Tetes demi tetes membuat kegalauan Basah  resah tergambar pada angan Kekecewaan ada  pada hujan Mengapa kau datang 

Pelangi

Gambar
 Pelangi  Tung Widut Pagi datang seirama dingin Rintik air reda sudah Meninggalkan hawa sejuk menantang Kali berjalan berpacudengan waktu Jalanan ramai dengan mesin menderu Meninggalkan  rumah dengan terkunci pintu Semua pergi terburu Matahari mulalai merayu kabut Menggeliat dengan sinar redup  Lagit sedikit abu-abu Telihat selengkung tangga bidadari Menghias dengan warna memikat hati  Merah kuning hijau biru  Pelangi jeritku

Pagi Kelabu

Gambar
 Pagi Kelabu Tung Widut Malam hilang kesunyian Fakta pada suatu gemuruh hujan Terlalu seram menghujam tiada rasa Berperang dengan atap dan talang yang menjerit Hawa dingin membuat bantal lengket dengan tubuh Tak perduli jam sudah jauh meninggalkannya Berputar tanpa ampun  Melesat dibanding kemalasan  Derai masih terdengar Semakin riuh bersampur deru terburu Mengalahkan  jalanan mejunu pintu kantor yang lengang Terdiam Menikmati hujan dengan kedunguan Pura-pura takut  Pura-pura basah Pura-pura malas Sejuta alasan 

Senyum Tanpa Hujan

Gambar
 Senyum Tanpa Mendung Tung Widut Berlindung dari awan tipis Mengambang di awang-awang Matahari bersinar cerah Secerah hati tanpa hujan Senyum merona dari bibir manis mereka Menyambut hari dengan suka cita Semangat di dada  makin berkobar Kala  hari cerah ceria Angin tenang diam berbisik Mengatakan lagu sendu buat pera yu Kali ini benar tunduk pada waktu Yang memberi kedamaian saat hari bersatu Hujan tak datang merebut sendu

Berharap

Gambar
 Berharap Tung Widut Kelabu langit menyapa pagi Mentari malu menampakkan diri Dari tidur semalam yang terlalu damai Embun belum juga mengering Hawa dingin terasa dalam belaian angin Semilir meniup kulit ari  Pekat semakin terasa di atas sana Mendung menggelantung pada  awang-awang Semakin siang semakin menggumpal petang Awan akankah kau ajak hujan bersamamu Menyapa hati gundah karena kebahagiaan semu Tak luput air mata bila kau turun Hatiku benar bagai diiris sembilu Awan akankah kau  tambah luka hati ini Dengan guyuran yang bisa menghentikan rejeki Hanya kaulah harapan ini Jangan datang hujan  sepanjang hari Awan akankah kau obati luka hatiku Yang selalu memohon atas kebesaran Mu Hujan tak akan ku tolak pada malamku Saat  tertidur lelap menjedakan nafasku

Genangan

Gambar
  Genangan Tung Widut Genangan air pada jalanan Bercerita tetang hujan semalam Melenyapkan bintang yang kan datang Menemani hati gundah   Genangan air pada jalanan memberi tanda  Hujan mengujam dengan deras Tanpa ampun  berbanjiri tanah  Genangan air dijalanan menjadi memori Tak seorang mampu menghindari Bila Tuhan benar memberi Hujan yang ditunggu  datang malam hari Genangan air dijalanan memberi peringatan Ada yang salah dalam kehidupan Seharusnya begitu  cepat harus hilang Mengalir pada tempat yang lebih rendah Genangan air di jalanan menjadi PR Cepat tanggap para pemenggang kebijakan  Seharusnya tak terjadi Bila hidup sesuai yang di jalani Genangan air di jalanan jangan sampai membawa kurban Di dalam menyipan ranjau bahaya Terjerembab kala dilewati Bila diri tak punya hati-hati

Jalanan Malam

Gambar
 Jalanan Malam  Tung Widut Temaram cahaya lampu  berjajar Hitam sepi ada pada garis putih tengah jalan Lampu ditepian berkesip terhalang dedaunan Dingin ada terasa Laju roda tanpa ragu Membelah segaris sejajar dengan ujung jalan  Tanpa lawan atau teman Lenggang sendiri dalam perjalanan malam Binatang pengganggu dielak Tak perduli  mereka sedang apa Takut di tinggaln begitu saja Malam telah dipilihnya 

Hujan Kelabu

Gambar
 Hujan dalam Kelabu Tung Widut Pagi menjelang Temaram menuju terang seisi  alam Menyapa selamat pagi untuk kita semua Hanya sebuah keinginan karena biasa Bukti hanya mendung yang datang Matahari enggan bersolek Hanya diam dibalik awan Tanpa sebuah perlawanan Dedaunna terlanjur sendu Burung lilung arah ditengah gerimis Tak tanpa tanda yang bisa dianutnya Mengepakkan sayap sambil menangis Harus kemana arah tertuju

Hujan kah Nanti

 Hujan kah Nanti Tung Widut Selamat pagi matahari Dunia menyongsong riang Beberapa hari tak ditemui Hanya sebuah kenangan yang bisa dibayangkan Mentari pun bersinar  tersenyum Balik memeluk dengan hangat Menyeka hingga kabut pergi perlahan Menggantikan dengan kelembutan  sayang Daun diam terpaku menikmati Kuncup kuntum bersiap bersolek sejak pagi Tanpa tanya apakah hujan akan datang lagi Langit biru cerah berhias awan putih Terlihat indah bila tak berubah kelam lagi

Siasat Mencari Kaiklasan

Gambar
 Siasat Mencari Keiklasan Tung Widut Untuk apa berkoar Toh suara tak mampu mengancurkan batu Terlalu keras untuk sebuah perasaan Diam memandanglah pada langit Yang lebih bijak dari hati   Memberi pelajaran cara iklas Pandanglah wajah lugu  pencari ilmu Terbatas pada tekat  Berharap mampu mengubah nasib Menjadi tumpuan hidup nanti Ucapan bismilah  Jangan lupa di setipa mengawali langkah Dan akhiri alhamdulillah walau terasa sesak Bukan hanya  kebersamaan  Sakitpun sebuah pelajaran  Yang membangun diri menuju kebijakan