SERPIHAN CERMIN RETAK 18
SERPIHAN CERMIN RETAK 18
Tung Widut
“Yuan, Yuan,” panggil tante Lindri.
Yuandra pun tak mendengar
panggilan tante Lindri. Pandangannya tetap. Memandang laut di jauh sana. Pandangan kosong yang tanpa
batas.
“Yuan,” panggil pak Carlos.
Spontan Yuandra terperanjat. Dia sangat terkejut. Lalu memandangi
tante Lindri dengan senyum di paksakan.
“Maaf saya izin turun dulu,” kata Yuandra sambil melangkah kaki
menuju pantai. Dia berjalan menyusuri pantai ke arah timur. Kaki-kakinya
menginjak pasir putih yang membekas do
sepanjang panyai. Kadang kakinya terendam ombak yang datang. Angin
dingin yang mengibarkan hijabnya sungguh memberi kedamaian baginya. Tak terasa
jalannya sudah jauh, hampir di ujung
pantai.
“Tet, tet, tet…,” suara klason yang tiba-tiba saja terdengar
disampingnya.
“Yuan, ayo kembali. Udah jauh tuh kamu jalannya,” sura pak Carlos
berteiak padanya.
“Bapak duluan saja, aku
jalan kaki,”
Pak Carlos pun tetap
mengikuti jalan Yuandra dari belakang.
ATV yang dikendalikan dijalankannya perlahan
“Ayolah naik sini asyyik loh,”
“Byur,” sebuah ombak besar menghantam mereka. Pak Carlos segera memeluk
Yuandra. Hampir saja mereka terseret ombak yang kembali ke laut, tapi syukurlah berkat Pak Carlos. Walaupun
mereka berdua harus rela basah kuyup. Keduanya berpandangan. Saling tertawa bersamaaan. Rasanya pak
Carlos sangat gembira kalau melihat
Yuandra sedang tertawa lepas tak ada beban.
Rembulan malam itu yang dipuja semua orang. Cahaya indah samar
memberi kesan sendiri bagi yang menikmati.
Apalagi bila bintang bertaburan
menemaninya. Sungguh keindahan alam yang luar biasa. Kin Yuandra menikmatinya di lobi ruang atas. Dengan melipat tangan di dadanya, memandang jauh ke awang-awang. Seakan dia
menari di antara bintang. Sambil
mencurahkan isi hatinya kepada mereka yang selalu menemani setial Langkah. Kini
kedua matanya mulai basah. bulir bening jatuh satu demi satu. saat dia
mengingat keluarganya dulu bergelimang harta. Hanya dalam waktu satu tahun
semuanya sirna. Ayahnya meninggal, satu
persatu perusahaan berpindah tangan. Dua tahun kemudian mamanya dipanggil
Allah.
“Aku harus ikhlas menjalani
hidup ini. Aku harus tegar,” katanya lirih. Dipejamkan matanya, diehelanya nafas panjang mengusir untuk mengusir semua yang ada pada benaknya.
Komentar
Posting Komentar