KABUT DALAM BADAI 9
KABUT DALAM BADAI 9
Tung
Widut
“Enak kon ngomong, keluargane adikku wis kok orat aret (Enak
sekali kamu bicara, keluarga
adikku sudah kamu rusak),” kata salah satu kakak Arera. Bicaranya sangat keras sambil berdiri dan memegang kerah baju
Indu. Tangannya sudah mengepal akan
memukul Indu. Sebuah kepalan dari tangan kekar yang tentu tak sebanding dengan
badan Indu. Tangis Arera pun pecah. Menangis sesenggukan. Tak sampai tiga kali Arera terjungkal jatuh
ke lantai. Pingsan.
Semua diam. Terpaku. Hanya memandang keadaan
Arera yang terjatuh. Tangan kanan Indu segera menepis dengan kasar pegangan di
kerahnya. Lalu mengangkat dan menidurkan di sofa. Dipegangnya tangan kanan
Arera dengan kedua tangannya. Dielusnya kening Arera sambil berkata pelan.
“Ar,
kamu harus kuat menghadapi ini,” kata Indu.
Kembali tangan kanan Arera dipegang
dengan kedua tangan Indu dan ditempelkan di dadanya. Perlahan mata Arera mulai
terbuka, di sudut jatuh buliran air
bening yang mengalir.
“Ar, kamu harus kuat. Kita jalani dengan iklas. Kamu tidak sendiri,” kata Indu menyemangati.
Badan Arera semakin pulih. Dia sudah bisa
duduk dan meneguk beberapa sendok teh hangat yang dibuatkan
kakaknya.
Ketika semua sudah kembali normal kakaknya kembali bertanya.
“Terus bagamana ini Ra, kamu akan balikan
sama suamimu?”
Arera menggelengkan kepala, tanda dia tetap bersikukuh pada suara
hatinya. Cerai.
Setelah
dirasa sudah selesai permasalahan, Indu minta diri. Pamit kembali ke
keluarganya. Dia berjabat tangan kepada
semua yang ada di situ termasuk suami
Arera. Bandra. Saai Indu mebalikan badan menuju pintu terdengar suara lirih
Arera.
“Mas Indu……..,” suara Arera terhenti.
Seakan dia tak mau ditinggal oleh Indu.
“Maafkan,” jawab Indu.
Saat Indu berjalan pulang, Arera mengantarkannya sampai dia
memasuki mobil. Sungguh. Hati Indu kembali bangga. Dia sangat bangga
bisa membuktikan kepada Bandra, kalau bisa
memiliki Arera seutuhnya.
Sedangkan Bandara hanya diam. Tak sepatah kata pun
ke luar dari bibirnya. Wajah pasi dan keringatnya
mengucur membasahi baju yang dikenakan.
Bagaimana tidak, di depan mata kepala sendiri istrinya memilih pria
lain. Menginjak-injak harga diri sebagai suami. Membuangnya tak berarti
bak sampah.
Komentar
Posting Komentar