Ku Rayu Matahari
Ku Rayu Mentari
Tung Widut
Kabut tebal menyejukkan dedaunan
Hadir semalaman tanpa salam
Perlahan dingin datang menyeruak bulu
Sampi terasa ke sungsum
Langit perlahan terang
Rembulan diam tanpa cerita
Lunglai terusir oleh mentari
Yang mulai memberi terang di hati
Hai mentari
Temani dedaunan sehari ini
Jangan tinggalkan sedetikpun
Keriduan telah terpendam beberapa hari
Rindu kehangatan yang kau pancarkan
Matahari
Peluklah mereka
Para petani yang menggelar hijaunya tanaman
Mengucurkan keringat demi kehidupan
Menemani nafas tanaman
Menyuapi dengan ketulusan
Mengelus bagai induknya
Mentari
Temani kesunyian hari ini
Bersama sinar sakti
Mengapa Dia?
Tung Widut
Purnama berganti sudah
Hari telah berlalu berpekan
Ketika mata mengamati rembulan
Datang pasi di suatu pagi
Tak ada yang menyapa
Bintang pun ingkar tak setia
Awan putih tlah menjadi idola
Bersama langit biru membahana
Semilir angin yang meliukan pucuk hijau dedaunan
Mengubah surga menjadi ada di depan mata
Burung yang mengepakkan sayap
Datang jauh dari arah pegunungan
Menyeberangi selat hingar bingar penuh cerita
Tak membawa kabar tentang keperkasaan mu
Dimana nafas kau letakan
Kata manis kau ucapkan
Senyum genit kau tambatkan
Rayuan kau bisikan
Hilang sudah semua
Meninggalkan rindu makin menggebu
Memudarkan harapan yang hampir memuncak
Tak Terasa
Tung Widut
Bukan mimpi kosong yang terurai hari ini
Tercerita tak sengaja dengan geli dan bimbang
Tangan meraih segala yang tak disadari
Begitu saja lenyap tersembunyi dalam tas pribadi
Dering terdengar kala sepi datang
Cahaya menyala panggilan dari sang teman
Bunyikah....
Ketika tersadar meraihnya kembali
Oh.....bukan milikku
Mencoba merajut angan
Menguak kembali ingatan sejam tadi
Tak terasa
Mengapa bisa?
Itulah sebuah kenyataan
Tak disadari kapan ada dan sampai
Tak Disangka
Tung Widut
Kala alam menggambarkan jingga
Di ufuk barat matahari sudah mulai beranjak
Dari singgasana juga peraduan Menghadirkan malam
*
Camar pulang mencari sarang
Dengan cepat di kepakan sayapnya memburu gelap
Pada cicit yang seharian ditinggalkan
Membawa segenggam makanan untuknya
"
Ketika pintu sudah terbuka
Panggilan terasa di punggung
Tangan menggapai pertemanan
Letakkan yang tak perkasa
Lihat wajah ada panggilan yang tak henti
Tak disadar itu sebuah kesalahan
Sujud Malam
Tung Widut
Nafas sesak terengah
Duka tangis tak terelakan
Malam semakin sepi
Hanya suara isak terdengar berkali
*
Jangan risau kan rindu yang membalut
Ada batas dosa terebentang bak benang merah
Simpan redam segala rasa
Itu hanya sebuah goda yang menghiasi dunia
*
Tak akan ada kebahagiaan fana
Gundah akan sirna termakan waktu
Sedih terlerai sendiri
Sabar dalma menjalani
*
Tak mengelak sayang tiba di lubuk hati
Ketika angan merajut surga
Bila risau datang usia mengajarinya
*
Gelar sajadah
Tumpahkan rindu hanya padaNya
Isi setiap kali wajah itu datang dengan doa
Cerita akan kembali ke jalan lurus
Tak mengikatmu sampai akhir waktu
Komentar
Posting Komentar