SERPIHAN CERMIN RETAK 20
SERPIHAN
CERMIN RETAK 20
Tung Widut
“Lihatlah semuanya masih seperti saat
kamu tinggalkan dulu, tak ada yang berubah. Aku tak pernah masuk lagi. Apalagi
membersihkannya,” kata pak Carlos
sambil memegang debu di atas meja.
“Lihatlah tali rambut kamu yang masih
tertinggal, masih di tempat semula.
Aku sengaja tidak merubah tempat
bersejarah bagi kita ini. Tak tahulah. Aku sangat yakin kau akan kembali ke
sini. Sebenarnya aku sangat terpukul tanda di atas
bed cover itu.”
Pak
Carlos membuka sprei yang menutupi springbed. Terlihat sebuah noda merah
kecoklatan. Darah yang sudah mengering. Tiba-tiba Yuandra gemetar, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
Bibirnya kelihatan pasi. Kini tangisnya pecah. Pak Carlos memengangi pundak Yuandra dari depan. Mereka berhadapan. “Kamu
wanita istimewa di hatiku. Apakah kamu
masih tidak percaya?” Yuandra tak
bisa menjawab. Dia hanya bisa menggelengkan kepala sambil menangis sesegukan.
“Kita
perbaiki kesalahan kita. Bukalah hatimu. Marilah kita hapus dos aini berdua,” lanjur pak Carlos.
Sesenggukan Yuandra semakin lama semakin
menjadi. Badanyapun semakin lemas.
Hampir terjatuh. Untung saja Pak Carlos
mengetahui. Dia segera membopong memasuki ke kamar Yuandra yang berada di pojok
ruangan. Setelah di baringkan tangan pak Carlos memgang dahi. Sangat panas.
Jam
berdentang sekali. Tandanya malam sudah sangat larut. Pak Carlos segera mencari
handuk kecil dan menyeka dahi Yuandra.
“Istirahatlah Yuan,” katanya sambil menutupkan selimut tubuh Yuandra.
**
Ketika
adan subuh terdengar. Tante Lindri yang biasanya sudah paling akhir bangun celingukan. Tak ada
suara pak Carlos maupun Yuandra yang terdengar. Sampai dia selesai salat subuh.
Ketika melintas di runga tengah terlihat kamar Yuandra terbuka. Perlahan dia
menaiki tangga. Tetap saja tak ada suara. Dilongokan kepalanya masuk ke kamar.
Terlihat Yuandra masih tertidur lelap.
Dahinya terdapat handuk kecil sebagai kompres.
Tubunya diselimuti penuh. Sementara sofa di samping tempat tidur
terlihat pak Carlos juga masih pulas. Jaket hitam dan kaos kaki masih melekat
pada tubuhnya. Nafas teraturnya menandakan kalau dia capek sekali.
“Carlos.
Carlos. Calos,” sebut tante Lindri lirih. Tangannya mengoyang-goyangkan badan
anak kesayanganya itu.
Komentar
Posting Komentar