Segalanya

 Lelah Raga

Tung Widut




Ku susuri dunia

Berderet kendaraan tak putus sampai jarak seratus

Antri dalam jalur yang sama

Satu persatu melaju bagai ular terpanjang

Ekor sampai bertemu dalam daerah lain

Merambah tanpa berjarak

Kesabaran  seiring dengan kegembiraan

Niat yang mendasari menyusun keiklasan



Perjalanan jauh ku tempuh separo hari 

Bersama terbit matahari  dan sampai kala terik mulai lelah

Kaki menapaki  setiap pintiu tuk bersua

Sedikit bercekerama  beranjak seiring matari terbenam


Saat malam melekat mada mata

Terbelalak masih menyusuri jalanan yang semakin gelap

Menyibak beribu kendaraan

Berteman  pada mereka yang tak setujuan





Bersamamu

Tung Widut



Wajahmu secerah mentari pagi

Senyum mengembang setiap langkah

Serasa surga ada kita nikmati



Perbedaan pendapat yang pernah ada

Kita tutup dengan besarnya cinta

Yang tak kan berubah oleh waktu

Yang tak surut oleh masa

Yang tak habis terkikis hari

Yang tak hilang sepanjang jaman


Kesetiaan saling menjaga sampai nanti

Akan selalu bersama 


Kebahagiaan hakiki dalam rekuhan kasihmu

Selalu ada walau berjauhan

Setia menjaga saling percaya

Hanya bersamu

Selalu denganmu






Untuk Sementara

Tung Widut




Pergi meninggalkanmu dengan kerinduan

Untuk sementara waktu 

Berjalan  mencari ilmu 

Demi masa berlalu



Kan merindukanmu sepanjang waktu

Tiap sudut terlukis dipelupuk mata

Seakan mimpi hanya padamu


Di kamar terukis setiap detak masa

Dari ingatan kala masih ingusan

Kenakalan mencari jati diri

Melanglang buana  dalam dunia temaram

Kadang sendu dengan kesalahan


Semua ditingglkan demi kesuksesan

Sebuah janji nanti akan kembali

Melanjutkan mengukir cerita hidup


Rumah Allah

Tung Widut




Berdiri tegak di hamparan alam

Mengkilat berkilau lantai mamer

Membawa  kenyamanan bagi yang menyapa Nya

Pada siang  terik  membawa dahaga


Terhapus derita jiwa raga

Memasuki pintu yang maha megah

Dikelilingi hijau segar pepohonan

Menambah kesejukan tiada tara

Damai hati dalam kalbu


Angin zemilir meniup dedaunan kering

Gemerisik berjalan perlahan

Dihadapan para umat usai sholat

Bercekerama menghilakan penat di teras 


Air dingin mengucur  dari kran wudlu

Membasuh wajah lusuh karena debu perjalanan

Kembali segar suci terpancar

Lelah terbayar sudah







Sudut Ruang

Tung Widut




Gema takbir berakhir 

Seiring langkah kaki kembali dari altar masjid

Menjalankan sholat sudah sebagai tanda kemenangan

Terlah berjuangelawan nafsu dunia 


Kini kaki kereka membawa pada pintu tetangga

Bersalaman maaf maakan

Sajian aneka warna menghiasi meja

Sengaja dipersiapkan wujud perhormatan


Segala pernik penunjang diupayakan

Menggelar karpeterah 

Setahun sekali kunjungan sanak saudara


Hadirkan dedaunan di pojok ruang

Sebagai penghias tanda kesejukan

Seakan hati damai ketika alam menyapanya

Ku sematkan dipojok ruang

Dedaunan merah sederhana

Tanpa receh yang harus ke luar

Dari taman depan rumah



Puasa dan Gema Takbir

Tung Widut



Sebulan sudah berjuang mengalahkan nafsu duniawi

Bersama dengan terik mentari yang selalu mencoba

Keteguhan hati untuk menahan

Sebagai ujian kesabaran  menahan dahaga



Perut yang meronta dalam kekosongan

Berteriak menyerang menjadi rasa lapar

Menggetarkan keunginan atas rayunya

Hanya bergeming menjawab


Lelap yang dikatakan sebagai ibadah

Tak mudah dilakukan dengan mimpi setumpuk makan

Seluas kolam minuman segar 


Mentari mulai tenggelam

Berjuta godaan kembali datang dengan aroma sedap

Membumbung disetiap hembusan angin

Dari kepul tungku dapur dengan suara gericik minyak mendidik


Semakin sore matahari semakin terlelap

Detik demi detik selalu dinanti

Puncak perjuangan ada antara menunggu dan waktu

Tersekat oleh jarium jam yang hanya beberapa detak


Hari ini se mmua sinar dengan gema tabir 

Menggaung seantero negeri 

Pertanda perjuangan sementara usai

Kembali menjalani hidup setahun lagi





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lentera Kepiluan

Gadis Senja