Cerita Rembulan
Tung Widut
Rembulan penuh keindahan mempesona
Dinikmati di altar rumah bersama keluarga
Menggelar tikar di atas balai bambu besar
Sambil bercerita tentang ajaran hidup yang sesuguhnya
Para kakek mendekap cucu-cucunya
Sepiring hasil kebun berbau asap tungku
Secangkir kopi hitam berada disampinya
Menyamarkan keindahan rebulan yang perlahan meninggi
Disambut awan tipis melintas
Menyapa sang kakek tanpa menghentikan cerita
Sarung mejadi penghangat tubuh
Membalut sang kakek sampai setinggi leher
Kski renta terilpat bersila tertutup
Sebagai sarang cucu kecil duduk dipangkuan
Mengeuus jenggot tertawa jecil
Sang kakek gemes mecium membabi buta
Rembulan ikut terseyum bercekerama
Fengan cahaya redup pempesona
Rembulan Terang
Tung Widut
Malam tanpa angin diam
Dedaunan termenung seribu bahasa
Kadang terdengar kepak sayap burung malam
Dibalik hitamnya bayang-bayang
Alam terlihat terang benderang
Cahaya sempurna bulan terpancar sejak sore
Menyapa para penyuka kepul kopi
Menggelar pesta tanpa pelindung atap
Sambil menghitung bintang
Berharap keberuntungan datang tanpa syarat
Rembulanpun membawa impian
Mereka mengucap segala cara termudah
Semudah mewujudkan impian yang terus berlari tak terkejar
Meninggalkan secangkir kopi yang sudah dingin
Meja-meja yang tetap diberi kesempatan diduduki
Tanpa suatu usaha yang berarti
Rebulan saksi mereka terbelalak sampai pagi
Menimang gawai dengan senyum geli
Tak beranjak sampai tiba semburat mentari
Senja Itu Kembali
Tung Widut
Panas terasa seluruh tubuh
Ingin angin segar yang memberi ketenangan
Melsngkahksn kaki hampara sawah
Berharap angin senja berkenan menghibur badan
Duduk termenung menemani petani pulang
Langkah mereka tergesa meninggalkan pematang
Mengabaika angin yang sedang ku cari
Semilir melambaikan gemulai hujan yang ku pakai
Semburat jingga di ufuk barat
Bonus dari ilahi atas indahnya pemandangan
Angin senja ku dapatkan
Senja indah menyapanya
Oh dunia
Kau selalu memberi dari kekurangan yang ada
Semakin aku terbuka
Bila tak ada di sidi hati dalam kamar
Di hamparan pasti kutemukan
Terimakasih tiupmu yang semilir
Terimakasih junggamu yang indah
Terimakasih sapamu petani
Tak ku ingkari kau kesatuan penyejuk hati
Panas
Tung Widut
Ada apa dengan bumiku
Yang memeberi kehudupan siang malam
Memberi makan yang tak terhingga jumlahnya
Memberi nafas yang tak pernah terhitung hirupan
Selalu ada tersedia setiaap saat
Kali ini tak seperti biasanya
Rasa panas terasa membakar kulit dalam ruangan
Kipas kertas mendadak semarak
Mendatangkan harapan mengusir hawa
Ternyata tak mampu juga
Cendela di buka
Pintu di buka
Angin di harap datang
Semua hanya harapan
Angin datanglah padaku
Hembuskan kekuasaan mu
Tunjukkan pada kami kau mampu
Menyejukan hawa yang menyerangku
Mentari
Terlenakan sinarmu
Redupkan untuk ku
Jangan menyiksa dengan kemampuanmu
Aku butuh kau berpihak padaku
Aku butuh kau merayu mesra dengan sinarmu
Aku butuh sendumu dihadapanku
Mendung jangan malu datang padaku
Aku ingin kau disampingku
Menikmati siang bersama alam
Hijaunya pepohonan
Kabut dingin menyapa
Kesejukan dinikmati
Komentar
Posting Komentar