Rasaku
Mengapa Kau Abaikan
Tung Widut
Teriakan parau tak lagi menggetarkan hati
Luruskan angan tak bergeming dalam kesenduan
Ambisi yang tinggi memgabaikan beribu nyawa
Dalih kesusesan demi bersama
Kini benar meledak api emosi rahwana
Membakar muka yang bertopeng
Tangan mereka kalang kabut
Menghalau mata yang menghujam dengan teriak lantang
Kau ....
Jemari yang menunjuk menghina
Tak bisakah membaca
Jangan hadirkan bayangan kelabu
Selalu terpasang di pintu masuk
Dia tak berdaya
Menjawab dengan berjuta alasan
Mewakili egoisme yang tersimpan
Lapang
Tung Widut
Pagi menyapa senja berkelana
Hamparan luas menghijau
Selepas mata memandang
Keindahan terpancar dari sebuah bingkai indah
Kaki mereka menghalau
Menemukan makanan segar
Tempat berpesta bagi para domba
Matahari di atas ubun-ubun
Nyaris sirna semua yang ada
Sampai menjelang sinar reda
Dua palang tanda cinta dari pesepak bola
Setia setiap sore menemani otot kekar
Pemuda desa beradu dengan gembira
Canda-canda kerinduan
Sebagai ungkapan persatuan
Rintik Datang Lagi
Tung Widut
Musim telah datang
Tak mungkin di elak
Hanya doa yang bisa menguak
Gemelitik terdengar lagi
Perlahan besama dingin nan sepi
Tersisip makna dalam suasana alam
Yang pernah diimpikan kala gersang
Deru cerita tertoreh sudah
Setiap kedatangan yang tak disambut dengan ramah
Sedikit mengumpat tentang kekuasanNya
Kadang lupa pernah memohon menghiba
Menikmati dengan bijak
Tak akan bisa mengubah walau seribu doa tercurah
Kuasa Allah yang sudah terprasasti
Dalam kebadian musim pasti
Komentar
Posting Komentar