Puisi Hujan
Senandung Hujan
Tung Widut
Gemericik rintik air dari talang rumah
Berirama bersama sang gelap yang makin pekat
Lampu kemerlip di antara dedaunan yang tersorot cahaya
Katak bernyanyi riang di kejauhan
Berpesta merayakan datangnya tahun baru
Seharian sepi tak ada yang berani
Bergembira di tempat wisata
Jalanan ditutup pagar berduri
Oleh pandemi momok nyawa tak kasat mata
Siaga aparat membawa senjata
Kasih sayang demi cinta tak ternilai
Hujan menyadarkan mereka
Keindahan menikmati suasana
Cinta rumah dan isinya
Tanpa setetes kebahagiaan lain
Ini lah kebahagian hakiki
Sempurna dari diri sendiri
Ketika Mereka Bicara
Ting Widut
Di tengah tak lengah dari pandemi
Keresahan tentang kabar burung yang berseliweran
Jatuh bagai air di musim hujan
Tak tahu arah muara berada
Mengalir pada jiwa rapuh yang tak mau membuka mata
Tentang hati nurani menggigil ketakutan
Suara lantang kini terdengar
Mengapa harus berkerumun menerima ilmu
Oh.......
Sebuah pilihan yang menyakitkan
Antara ketakutan dan kebutuhan
Suara mereka di balik tirai
Hanya kedok dengan rasa yang terbebani
Kini pandemi tak henti
Sebuah berkah bagi kami
Malam Tahun Baru
Tung Widut
Gelap merambat cepat
Hujan mengguyur tak terhenti
Hawa dingin yang hampir sempurna
Mengalir melalui celah cendela
Menggigil kan para muda yang bercita cita
Bersuka bersama sebaya
Larut jalan perlahan
Langit masih menangis seperti hati mereka
Berharap seribu keindahan memancar
Dengan letusan kembang api sejuta pesona
Malam sepi
Tanpa deru motor dan cahaya indah
Hanya rintik yang menjanjikan mimpi
Merajut pesona lain dalam hidup
Bukalah dengan ucapan doa
Agar dibawah sadar kita tetap merayakan
Tahun Baru 2021
Serpian Kebencian
Tung Widut
Masih adakah ruang untuku
Pilu karena sembili kata
Yang terucap dari bibir merah merona darah
Tega menelan mentah-mentah
Dengan mata terpejam tanpa meraba
Lupakan sahabat kala dulu
Tertutup ambisi yang menggaung dalam jiwa setan
Dianggapnya terpuji
Tanpa kata menggeram saat mangsa
Tak ada lagi sahabat yang saling ada
Dia jadi penguasa
Yang hingar di atas kebodohan
Gerimis di Gelap Malam
Tung Widut
Rintih terdengar dari rintih dedaunan
Menjerit terkena dingin yang menghujam
Dari langit hitam yang tak kentara
Hanya suara gemerisik bercerita
Pekat tak lagi bisa dinikmati
Tanpa bintang dan bulan yng menghiasi
Hampa tanpa sebatik sinar
Yang bercorak indah kala mata memandang
Peraduan tempat sempurna
Menikmati malam dengan nyanyian menyejukan
Nercanda dalam sepi
Antara bantal dan selimut tebal
Nikmati dengan dekapan
Ucapan selamat malam
Hai Mba Tung Widut, Anda seorang penyair. Puisi yang lugas namun bermakna dalam. Salam.
BalasHapusDiksinya mmenarik...
BalasHapusSalam kenal
pak D...trims sudah mamapir. Ouhhhhhh....aku disebut penyair. gimana ini kepalaku jadi besar.
BalasHapusPak Idra Wahyudin. Trims ya salam kenal balik
BalasHapus