Rangkain Kata dari Hati
Sisi Sebuah Kesalahan
Tung widut
Murka bersemayam dalam jiwa pengecut
Tak mau berlutut pada egoisme
Terlalu hinakah manusia bila tak sempurna
Mengumbar amarah tak tahu arah
Diam seribu akal sehat
Terlintas sejuta dendam beesemayam
Kemenangan harus ditangan batu
Siap selalu menghantam pikiran tanpa layu
Tak ada kata durhaka
Surga diciptakan dari langkah kaki yang terhenti karena rasa
Buat sendiri tanpa perasaan
Kata tak laik diucapkan
Membuat surga dengan keiklasan
Malam Tak Kan Berlalu
Tung Widut
Sinar temaram mengucapkan selamat malam
Dingin di luaran ramai meniup lonceng angin
Tak seberapa detak gerimis menerpa genting seng
Tak lagi sepi
Gelap semakin berkelana menyusup dedaunan
Terdengar jeritan gemerisik merana rasa
Diam dalam bilik mendekap kehangatan
Abaikan sapa
Ucapan sepenggal doa
Tak harapkan mimpi ada di antara bantal guling
Ingin senyap
Tak sadar
Melati dalam Gelap
Tung Widut
Desah parau jeritan si putih
Tengah malam yang sepi tak lagi ada yang menghampiri
Menebar wangi hanya sebuah citra
Tak satupun ada yang meminangnya
Seribu kerlip bintang di langit
Tak peduli daun basah tersiram dusta
Melirik dari kejauhan
Senyum terkulum yang sebenarnya pahit
Hari indah telah usai
Menunggu esok mentari menyapa kembali
Dari balik gelap mata tak pernah tertidur
Memandang sekeliling penuh harap
Mentari perlahan bergejolak
Menelan gelap tanpa ampun
Mulai layu melati
Tanpa ampun sedikitpun
#opo_ik
#rapokusblas
Libur Dulu
Tung Widut
Apa yang terlintas
Sebuah harapan yang menjadi angan seminggu ini
Menghitung hari dari kalender merah
Setiap saat jemari kecil menunjuk dengan urutan
Hari ke satu
Hari ke dua
Hari ke tiga, empat, lima, enam dan...
Pupus sudah
Layar hp menghapus harapan
Besok libur dulu ya sayang
Rengekan pun berhamburan
Tak bisa menari
Tak bisa senang
Tak bisa bertemu teman baru
Aku masih suka
Sirna karena sang biadap
#PPKM
#corona
Tak Bergeming
Tung Widut
Dari arah yang berbeda
Kau pandang mereka dengan tekad jihad
Kebodohan yang tak bisa ditoleransi
Musnahkan dengan cara sampai titik nadir
Pandanglah dari mata hati
Ketakutan beban batin
Ada karena ancaman tak kasat mata
Yang sekarang menjadi hantu pada siang malam
Mereka melangkah nyawa taruhannya
Yang tak bisa ditanggung siapa
Ubah arah angin yang berhembus
Jadikan berputar untuk melambungkan hati
Bisa di percaya
Menjadi bintang bagi dirinya
Kan kan bercahaya di atas langit
Tengah Malam
Tung Widut
Malam tak berbintang
Sejak hari menjelang petang
Hari bahagia kan segera datang
Setelah jam dua belas kali berdentang
Tanpa hiruk pikuk keceriaan terpancar
Yang biasa hadir di gelap bersama bintang gemerlapan
Langit menangis teriris sendu pilu
Mengalir air mata menghibapun sampai tak mampu
Dingin menyelimuti gulana
Membalut rasa tentang sebuah ketakutan
Corona benar ada disekitar nafas-nafas liar yang takut pengap
Senyun gadis suci kan datang esok
Bersama harapan yang telah menanti
Membuka hati yang siap tetrisi
Dengan hari yang teryakini
Membangun Surga di Hari Esok
Tung Widut
Sebelum kilau cahaya hadir dalam jiwa
Merayap perlahan terang makin benderang
Muazin memanggil atas nama Tuhan
Mengajak bersama dalam satu gelaran sajadah
Mentari mengarungi polah para pendosa
Dengan segala warna langka berserakan
Setengah ada pada atas kepala
Kembali berteriak mengajak menjeda
Sajadah kembali di gelar
Mengaungkan kebesaran dengan janji sebuah surga
Berbondong para pencari surga yang takut kehilangan nirwana
Surya kembali berkelana sampai menyusup malam
Berbisik dengan sejuta doa
Meminta memindahkan taman firdaus dari alam janah
Disetiap hari telah berganti
#EVENT_MENULIS_PUISI_2021
Bionarasi
Tung Widut lahir di Blitar 4 Mei 50 tahun lalu. Berusaha mengukir cerita dengan kata bermakna yang tertuang dalam cerpen dan novel. Berusaha meninggalkan jejak yang tak terhapuskan melalui puluhan antologi puisi.
Komentar
Posting Komentar