Rembulan Tak Lagi Temaram
Ketika Bulan Tak Lagi Temaram
Tung Widut
Gelap langit menghampar sepanjang pandangan
Bulan bersinar terang sebesar harapan
Ceria bercerita mengalahkan gelap
Disekitar canda semampu kekuatannya
Janji matahari benar terbukti
Membagi sinar sehari
Sampai di ufuk barat senja menelan kembali
Cerita duka sudah usai
Di titik sejak tertambat hati
Senyum terpampang tak peduli
Ocehan prasangka tanpa bukti
Tirai penghalang disibak sudah
Tak ada ada lagi benang merah pembatas
Bebas lepas bagai burung di angkasa
Apapun langkah diri yang menanggungnya
Jangan pandangi dengan kaca mata
Setiap sisi kebenaran ada nilai sempurna
Sadarkan decakmu
Pernah berkubang dalam lumpur pilu
Biduk Yang Menepi
Tung Widut
Norma sudahlah ada
Tak tertulis dalam nafas kehidupan
Tertoreh memadu dalam jiwa kehidupan alam
Berjalan dalam setiap langkah dan pikiran
Sakit hati kesetiaan terkikis
Rasa perih kesetiaan ternoda kedustaan
Kata tak memayungi rasa terluka
Menghujam tuduhan menuju jantung yang berdetak semakin lambat
Badai menghatam biduk terambing
Ditengah laut lepas jauh tepi
Tak ada layar untuk meraih
Hanya gelombang laut tempat berharap
Perahu kini benar becerai
Mengapung seirama alun gelombang
Menepi menuju pantai
Disambut lembut mesra setiap serpihan
Pasirpun merayu agar tak kembali ke tengah laut
Merengkuh dengan janji kebahagiaan
Terlena
Suka
Bahagia
Bercerita antara batu karang yang menyapa
Bangga ada pasir mengkilap yang setiap saat menantinya
Meranggas
Tung Widut
Hamparan senja samar terhalang
Mendung tipis sisa hujan
Langit semburat jauh di atas pemandangan
Cahaya jingga sedikit malu-malu
Menyambut sore dari mata petani pulang
Pohon sendirian dikelilingi emas bulir padi
Siap panen dengan kesuburan sempurna
Dia merangas merana
Janggal
Hanya batang kering yang menunjukan sisa keindahan
Masih tersimpan sejarah dalam bingkai cerita
Menjadi latar belakang karya membanggakan
Segera berakhir cerita
Sebuah dahan bulat indah
Hijau menyegarkan
Tempat berlidung dari terik yang menghajar kepala
Para petani yang bejuang
Menimang setiap enbun yang membasahi setiap helai daun
Setiap goncangan badai menghantam
Selaksa Bintang Menemani Ramadhan
Tung Widut
Langit cerah ceria
Walau sinar mentari perlahan meninggalkan bumi
Menyisakan gelap yang semakin pekat
Kala mendongak
Terlihat kerlip tersebar bak mutiara
Bercahaya dari pandangan mata
Tersebar di langit malam
Pasang kaki bergegas menuju surau
Mengabaikan perut yang mendadak membuncit setelah buka
Memerangi rasa malas yang bergelora
Pengeras suara mengalunkan pujian khas ramadhan
Menambah tentram hati yang lemas seharian
Menahan dahaga dan lapar tak terhingga
Sampai bedug magrib tiba
Berjajar pasang sandal di luar surau
Penuh tanpa jarak
Hikmat mukena putih
Menghadab ke kiblat sampai malam tiba
Dengan bibir mengeja kitab suci mencari ridho Ilahi
Terlepas
Tung Widut
Tak hanya mengenang dalam hidup
Satu diantara orang tercinta
Yang paling menyayangi tiada dua
Hati yang selalu sejalan tak berbeda
Walau terbentang garis merah diantara
Senyum penyemangat tak pernah terhenti
Perjuangan pengorbanan tercurah
Nafas ikhlas diberikan
Semua tergiang
Dalam setiap titik kehidupan
Berpuluh tahun berpulang
Menyisakan kenangan yang tiada tara
Tercipta kebahagiaan kini
Setelah mengalun berpuluh ayat Allah terucap
Sebagai wujud bakti
Terlepas belengu kwajiban
Dengan budaya nenek luhur
Ini hari saat ditinggalkan
Masing tergiang alur kesedihan
#slametanbapak
Komentar
Posting Komentar